MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA KAMBING PE
HASIL SEPARASI GRADIEN KOLUM FILTRAT BUAH JAMBU BIJI PADA PENYIMPANAN SUHU
KAMAR
OLEH
SAEFUL
BAHRI
B1D
212 264
SKRIPSI
Diserahkan
Guna Memenuhi Sebagian Syarat
Yang
Diperlukan Untuk Mendapat
Derajat
Sarjana Peternakan
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha ternak kambing cukup menjanjikan
sehingga pada umumnya banyak dipelihara dan/atau diusahakan oleh petani ternak
dengan berbagai sistem pemeliharaan seperti ekstensif, intensif dan semi
intensif. Kambing peranakan ettawa (PE)
adalah salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang mudah dipelihara dibandingkan
dengan ternak ruminansia besar, sehingga banyak penduduk pedesaan di Indonesia
yang memeliharanya (Mulyono, 2003).
Kambing PE dapat digunakan pada
penerapan bioteknologi reproduksi untuk meningkatkan genetik kambing lokal
melalui persilangan dengan sistem inseminasi buatan (IB) (Rizal dkk., 2008). Inseminasi
buatan merupakan salah satu teknologi dalam reproduksi ternak yang memiliki
manfaat untuk mempercepat peningkatan mutu genetik dengan cara mendeposisikan
spermatozoa yang subur pada alat perkembangbiakan betina tepat pada waktunya
menggunakan alat bantu manusia sehingga dapat menghasilkan kebuntingan (Dradjat,
2002).
Teknologi IB juga dapat diaplikasikan
melalui teknologi inovatif seperti sexing
atau sparasi spermatozoa (Johnson, 1995). Separasi spermatozoa
adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengubah proporsi perolehan spermatozoa berkromosom sejenis (X atau Y) dengan
metode tertentu, sehingga berubah dari proporsi normal (rasio alamiah), 50% banding
50%. Separasi spermatozoa X dan Y digunakan untuk perbaikan genetik. Prospek separasi
spermatozoa untuk rasio seks dapat meningkatkan produksi pada peternakan
kambing (Afiati, 2004). Keberhasilan IB
sangat tergantung pada kualitas spermaotoza yang digunakan. Oleh karena itu,
untuk mempertahankan kualitas spermatozoa dapat dilakukan dengan menambahkan
pengencer.
Pengencer merupakan larutan isotonis (memiliki tekanan osmotik yang
sama dengan plasma darah), untuk memperbesar jumlah volume sperma dalam setiap
ejakulasi seekor pejantan, sehingga lebih banyak jumlah ternak betina yang
dapat diinseminasi. Pengencer mengandung bahan-bahan nutrisi yang dapat menjaga
kelangsungan hidup spermatozoa dari cekaman dingin dan perubahan pH (Kartasudjana,
2001). Selain itu untuk dapat menjaga kualitas spermatozoa dalam jangka waktu
yang lama, maka diperlukan penyimpanan.
Penyimpanan merupakan proses pengawetan
untuk mempertahankan dan menjaga kualitas spermatozoa. Spermatozoa dapat disimpan
pada suhu rendah 50C untuk sperma cair dan pada suhu -1960C
untuk kemasan beku (Yuliani, 2006). Penyimpanan dalam bentuk cair
hanya mampu mempertahankan daya hidup sperma atau kualitas sperma dalam
beberapa hari. Selain itu, spermatozoa juga dapat disimpan pada suhu kamar.
Winarto dan Isnaini (2008) menyatakan, bahwa kualitas spermatozoa yang disimpan pada suhu kamar
dapat bertahan dan/atau optimal selama 4 sampai 6 jam dengan tingkat pengencer
1:10 dan 1:15 (spermatozoa : pengencer). Viabilitas spermatozoa pada saat
pengenceran dan penyimpanan dapat dijaga dengan menambahkan antioksidan. Salah
satu bahan yang mengandung antioksidan adalah buah jambu biji.
Jambu biji adalah salah satu bahan yang
digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup spermatozoa. Kandungan vitamin C
yang tinggi pada jambu biji yaitu 50-300 mg/100 gram berat segar dan vitamin A
serta zat antioksidan, sangat baik bagi spermatozoa. Kandungan antioksidan
merupakan potensi utama yang di miliki oleh jambu biji yaitu 138-179 mg fenolik
dan 132-144 mg asam askorbat/100 gram berat segar (Thaipong dan Kriengsal,
2006).
Buah jambu biji yang dimasase dapat
menghasilkan cairan atau filtrat. Filtrat jambu biji dibuat dengan cara diblender
kemudian disaring atau difiltrasi secara bertingkat. Jambu biji yang digunakan
adalah buah jambu biji yang segar dan ranum, warna kulit kuning, bau khas jambu
biji dan daging buah berwarna merah muda atau pink (Sumadiasa, 2015). Filtrat
jambu biji dibuat sebagai medium pemisah spermatozoa dengan metode gradient colum karena banyak mengandung
antioksidan vitamin C yang diharapkan dapat menjaga kualitas spermatozoa
setelah pemisahan atau separasi.
Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian tentang motilitas dan viabilitas spermatozoa kambing PE
hasil separassi gradient colum
filtrat buah jambu biji (FBJB) pada penyimpanan suhu kamar.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, disimpulkan
suatu rumusan masalah :
a.
Apakah
filtrat buah jambu biji dapat digunakan sebagai medium pemisah atau separasi
spermatozoa X dan Y ?
b.
Berapalamakah
spermatozoa hasil separasi dengan filtrat buah jambu biji dapat bertahan jika
disimpan pada suhu kamar ?
Tujuan
Penelitian
a. Untuk
mengetahui efektivitas filtrat buah jambu biji sebagai medium pemisah atau
separasi spermatozoa X dan Y.
b. Untuk
mengetahui viabilitas dan motilitas spermatozoa hasil separasi dengan medium
filtrat buah jambu biji yang disimpan pada suhu kamar.
Kegunaan
Penelitian
Ø Kegunaan penelitian
dari segi IPTEK :
a.
Mengembangkan
medium pemisah spermatozoa yang baik, efektif dan efisien.
b.
Memperoleh
kualitas spermatozoa yang baik pada lapisan atas dan lapisan bawah setelah
separasi dengan metode gradient colum
filtrat buah jambu biji.
c.
Dapat
memberikan informasi mengenai hasil separasi spermatozoa X dan Y dengan medium
filtrat buah jambu biji
Ø Kegunaan penelitian
dari segi aplikasi/lapangan :
a.
Dapat
memperpanjang waktu penyimpanan spermatozoa setelah pemisahan atau separasi.
b.
Dapat
meningkatkan perolehan produksi dan/atau kelahiran ternak berjenis kelamin
jantan atau betina.
Hipotesis
Spermatozoa
merupakan sel yang sangat spesial dan padat yang tidak lagi mengalami
pembelahan atau pertumbuhan (Hafez dan Hafez, 2000). Spermatozoa membutuhkan
antioksidan yang ditambahkan pada pengencer untuk mempertahankan kualitas
spermatozoa.
Buah
jambu biji merupakan buah-buahan yang mengandung antioksidan dengan level
tinggi terutama vitamin C (U.S.Departement of Agriculture, 2014). Kandungan
vitamin C pada buah jambu biji dapat mencegah kerusakan proksidatif (Thaipong
dan Kriengsal, 2006).
Berdasarkan uraian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
Ø Filtrat
buah jambu biji efektif digunakan sebagai medium pemisah atau separasi spermatozoa.
Ø Filtrat
buah jambu biji dapat meningkatkan dan mempertahankan viabilitas dan motilitas
spermotozoa pada penyimpanan suhu kamar.
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Kambing Peranakan Ettawa
(PE)
Kambing peranakan ettawa (PE) merupakan ternak
ruminansia kecil dengan tingkat prolifikasi yang tinggi dan potensi genetik
yang baik, menduduki posisi yang penting untuk dikembangkan (Rusdin, 2006).
Kambing PE adalah hasil persilangan antara kambing jawa dengan kambing ettawa
yang berasal dari india. Bibit kambing PE banyak disebarkan ke berbagai daerah
di Indonesia untuk meningkatkan genetik kambing lokal asal daerah yang
bersangkutan (Budiarsana dan Sutama, 2001).
Peningkatan potensi genetik ternak dapat dilakukan
dengan cara persilangan baik kawin alam ataupun kawin suntik (IB). Kambing PE
memiliki potensi genetik yang sangat baik apabila digunakan untuk meningkatkan
produktivitas kambing-kambing lokal. Jika kambing PE jantan dipelihara dengan
manajemen yang baik, maka bobot badannya akan mencapai 40 kg/ekor, sedangkan
pada kambing PE betina dapat mencapai 35 kg/ekor (Mulyono, 2003).
Kambing PE memiliki karakteristik dengan bulu yang
lebat khususnya pada bagian kaki belakang, ada jambul di daerah dahi dan hidung
khusus untuk jantan. Warna bulu yang khas yaitu hitam atau coklat hanya pada
bagian kepala sampai leher dan putih di seluruh tubuh, memiliki gelambir,
tanduk yang kecil, telinga yang panjang 20-25 cm dan melipat keluar. Tinggi
badan dewasa antara 60-120 cm, berat badan dewasa antara 25-100 kg, memiliki
panjang tubuh 100-125 cm, lingkar dada 15-50 cm dan hidung yang cembung.
Kambing ini dapat bertahan sampai 12 tahun dengan masa produktif 2-8 tahun
(Anonim, 2007).
Spermatozoa
Kambing PE
Spermatozoa merupakan sel yang sangat
spesial dan padat yang tidak lagi mengalami
pembelahan atau pertumbuhan. Spermataozoa berasal dari gonosit menjadi
spermatogonium, kemudian berubah menjadi spermatosit primer dan sekunder yang
selanjutnya terbentuk spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa. Spermatozoa
terdiri atas dua bagian fungsional penting yaitu kepala dan ekor (Hafez dan
Hafez, 2000). Panjang kepala sekitar 0,8 – 10 mikron dan lebar kepala 4,0 – 4,5
mikron pada spermatozoa domba dan kambing, bagian tengah spermatozoa mempunyai
panjang 1,5 – 2 kali panjang kepala dan diameter sekitar 1,0 mikron serta
panjang ekor spermatozoa 35,0 – 45,0 mikron dan diameternya 0,4 – 0,8 mikron
(Feradis, 2010). Sel spermatozoa memiliki fungsi pada masing-masing bagiannya.
Fungsi sel spermatozoa terdapat pada bagian
kepala yang mengandung kromatin. Terdapat akrosom pada bagian ujung kepala
spermatozoa yang berfungsi sebagai penerobos untuk menembus ke dalam ovum.
Selain itu, pada bagian leher spermatozoa banyak mengandung mitokondria yang
penting dalam suplai ATP tertutama untuk motilitas. Bagian ekor spermatozoa
berfungsi sebagai penggerak sperma untuk menuju tempat pembuahan dan mendorong
kepala sperma menembus selaput ovum (Anonim, 2010).
Permukaan
spermatozoa dibungkus oleh membran lipoprotein. Apabila sel spermatozoa mati,
permeabilitas membrannya semakin tinggi, terutama di daerah pangkal kepala.
Inilah dasar pewarnaan spermatozoa yang dapat membedakan spermatozoa hidup
dengan spermatozoa yang mati (Toelihere, 1981).
Penampungan
Spermatozoa Kambing PE
Spermatozoa merupakan
hasil sekresi organ reproduksi ternak jantan yang diejakulasikan melalui penis
ke dalam seluran reproduksi betina yang dapat ditampung dengan berbagai cara
untuk keperluan IB. Spermatozoa mengandung dua unsur utama, yaitu plasma sperma
dan spermatozoa. Plasma sperma merupakan cairan yang sebagian besar
disekresikan oleh kelenjar vesikularis dan sejumlah kecil disekresikan oleh
testis. Plasma sperma mempunyai pH sekitar 7,0 dan tekanan osmostis sama dengan
darah, yaitu ekuivalen dengan 0,9% natrium chlorida (Toelihere, 1985).
Plasma
sperma mempunyai fungsi utama yaitu sebagai medium pembawa sperma dari seluran
reproduksi jantan kedalam seluran reproduksi betina. Fungsi ini dapat berjalan
dengan baik karena plasma sperma mengandung bahan penyanggah untuk
mempertahankan pH dan makanan yang merupakan sumber energi bagi spermatozoa. Plasma
sperma kambing mempunyai enzim fosfolipase A yang berasal dari kelenjar
bulbouretralis (Toelihere, 1985).
Volume sperma yang
dipancarkan pejantan berbeda-beda berdasarkan umur, jenis, besar dan berat
ternak serta frekuensi penampungan dan beberapa faktor lainnya (Partodihardjo,
1982). Pada umumnya ternak yang masih muda dan berukuran kecil menghasilkan
volume spermatozoa yang rendah (Toelihere, 1981). Sperma yang sudah ditampung
harus langsung dibawa ke laboratorium untuk dilakukan proses pemeriksaan guna
memaksimalkan penggunaan sperma.
Apabila tempat penampungan sperma dengan
laboratorium memiliki jarak yang jauh, maka dibutuhkan transportasi untuk dapat
mempercepat proses pemeriksaan. Lamanya proses pemeriksaan juga dapat menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas spermatozoa. Pada saat
membawa sperma tidak boleh mengalami temperatur tinggi atau perbedaan suhu antara sperma dengan lingkungan serta
tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung, maka sperma dibungkus dengan
kain dan dimasukkan kedalam kotak yang berisi es batu sebagai pendingin untuk
menjaga kualitas sperma (Feradis, 2010).
Evaluasi
Spermatozoa Kambing PE
Penilaian
terhadap karakteristik spermatozoa dapat dilakukan secara makroskopik ataupun
mikroskopik. Penilaian secara makroskopik meliputi volume, warna, konsistensi
(kekentalan) dan pH. Penilaian secara mikroskopik meliputi gerak massa, gerak
individu (motilitas), konsentrasi dan abnormalitas serta viabilitas spermatozoa
(Dradjat, 2002).
Spermatozoa
yang kualitasnya bagus umumnya berwarna keputih-putihan dengan derajat
kekeruhan tergantung pada konsentrasi spermatozoa. Warna sperma yang tidak
sesuai dengan standar tidak layak untuk digunakan (Rusdin, 2006).
Derajat
kekentalan cukup mempengruhi daya tahan hidup spermatozoa. Derajat kekentalan
atau konsistensi dapat diperiksa dengan menggoyang-goyangkan tabung reaksi
berisi sperma secara perlahan-lahan. Selain itu, penilaian konsentrasi dan
jumlah spermatozoa sangat penting untuk dilakukan, karena faktor inilah yang
menggambarkan sifat-sifat spermatozoa yang
digunakan sebagai salah satu kriteria penentuan kualitas spermatozoa (Toelihere, 1981).
Konsentrasi
adalah nilai kepadatan atau banyaknya spermatozoa yang terdapat dalam setiap ml
sperma. Konsentrasi spermatozoa yang baik harus memiliki ≥ 500 juta
spermatozoa/ml dan motilitas individu 70% untuk dapat diproses lebih lanjut
(Zenichiro dkk., 2002).
Penilaian
gerak massa atau motilitas massa dari suatu kelompok spermatozoa meliputi
sangat baik (+++), baik (++), sedang (+) dan buruk (-). Motilitas yang baik terlihat gelombang besar,
gelap, aktif, dan berbentuk gumpalan hitam, sedangkan yang baik terlihat gelombang kecil, tipis, kurang jelas
dan gerakan lamban. Motilitas yang sedang tidak terlihat ada gelombang
melainkan hanya individu aktif progresif dan yang buruk hanya sedikit atau tidak ada gerakan individu
(Toelihere, 1981).
Menurut
Toelihere (1981), spermatozoa hidup dan mati diamati menggunakan pengecatan
eosin dan/atau eosin negrosin. Spermatozoa yang mati menyerap zat warna karena
permiabilitas dinding sel mininggi sewaktu mati sedangkan spermatozoa hidup
tidak atau sedikit sekali menyerap warna. Persentase viabilitas spermatozoa (V)
dapat dihitung menggunakan rumus:
V. Spermatozoa =
|
|
X
100%
|
Jumlah
seluruh spermatozoa yang di amati
|
Separasi Spermatozoa
Kambing PE
Pemisahan atau separasi
spermatozoa adalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah proporsi
perolehan spermatozoa berkromosom sejenis (X atau Y) dengan metode tertentu,
sehingga berubah dari proporsi normal (rasio alamiah), 50% banding 50%. Separasi
spermatozoa X dan Y digunakan untuk perbaikan genetik. Prospek separasi
spermatozoa untuk rasio seks dapat meningkatkan produksi pada peternakan
kambing (Afiati, 2004).
Pemanfaatan
pemisahan atau separasi spermatozoa X dan Y merupakan pilihan tepat untuk
mendukung peran IB dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha peternakan.
Macam-macam metode pemisahan atau separasi yang telah dilakukan antara lain
metode sedimentasi, albumin coloum,
sentrifugasi gradient densitas pecoll, elektroforesis, H-Y antigen, flow
cytometri, gradient coloum dan swim
up (Sianturi dkk., 2007). Metode kolum albumin putih telur digunakan dengan
memberikan konsentrasi yang berbeda pada kolum yaitu 10% : 30% untuk mengamati
kualitas dan proporsi spermatozoa X dan Y hasil separasi (Putra dkk., 2012)
Sianturi dkk. (2007)
menjelaskan bahwa metode pemisahan menggunakan kolum albumin didasarkan pada
perbedaan motilitas spermatozoa X dan Y. Prinsip metode ini dengan membuat
medium yang berbeda konsentrasinya, sehingga spermatozoa yang memiliki
motilitas tinggi (spermatozoa Y) dapat menembus konsentrasi medium yang lebih
kental, sedangkan spermatozoa X akan tetap berada pada konsentrasi medium yang
rendah.
Menurut Afiati
(2004), salah satu cara untuk memprediksi spermatozoa X dan Y yaitu dengan
evaluasi secara morfometrik (mengukur bagian terlebar dan panjang kepala
spermatozoa). Spermatozoa berkromosom Y mempunyai ukuran lebih kecil
dibandingkan dengan spermatozoa berkromosom X, sehingga pergerakan spermatozoa
Y lebih cepat dan dapat menembus lapisan medium yang lebih tebal.
Pemisahan atau
separasi memerlukan pengencer yang mampu melindungi dan menyediakan lingkungan
yang optimal bagi spermatozoa, agar kualitas spermatozoa hasil separasi dapat dipertahankan (Susilawati dkk,
2002). Penggunaan filtrat jambu biji sebagai medium pemisah diduga dapat mempertahankan
kualitas spermatozoa hasil separasi karena mengandung antioksidan terutama
vitamin C.
Jambu Biji (Psidium Guajava L)
Tabel 1. Klasifikasi ilmiah jambu biji
adalah sebagai berikut :
Regum
|
Plantae
|
Divisio
|
Magnoliophyta
|
Kelas
|
Magnoliopsida
|
Ordo
|
Myrtales
|
Familya
|
Myrtaceae
|
Genus
|
Psidium
|
Spesies
|
Psidium Guajava
|
Nama Binomial
|
Psidium Guajava L.
|
Sumber
: Anonim
(2016).
Jambu biji yang
memiliki nama latin Psidium Guajava Linn
adalah tanaman tropis yang banyak tersebar khususnya di benua ASIA, di sebarkan
ke Indonesia melalui Thailand. Jambu biji memiliki buah yang berwarna hijau
dengan daging buah berwarna putih atau merah dan rasanya asam manis. Buah jambu
biji merupakan salah satu jenis buah-buahan yang mengandung zat antioksidan dengan
level tinggi. Buah jambu biji mengandung
vitamin C yang cukup tinggi berkisar 50-300 mg/100 gram berat segar, tiga
sampai enam kali lebih tinggi dari pada jeruk. Jambu biji juga mengandung senyawa
kimia di antaranya adalah saponin, tanin dan flavonoid (U.S.Departement of
Agriculture, 2014).
Flavonoid termasuk
senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan. Kandungan flavonoid
dalam buah dapat menurun dan cepat terurai karena proses pembuatan jus / sari
buah, proses pasturisasi, suhu dan lama penyimpanan. Stabilitas aktivitas
antioksidan semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu pemanasan
(Estiasih dan Sofia, 2009).
Kandungan vitamin C pada
buah jambu biji mungkin dapat mencegah kerusakan proksidatif (Thaipong dan
Kriengsal, 2006). Jambu biji juga mengandung asam askorbat mencapai 350 – 450
mg terutama pada kulit, daging buah dan bagian tengah daging atau bervariasi
mencapai 500 – 600 mg pada buah menjelang ranum. Bagian biji buahnya mengandung
14% minyak dengan 15% protein dan 13% zat tepung (karbo hidrat / KH) serta
beberapa zat kimia seperti kuersetin, guajaverin, asam galat, leukosianidin dan
asam elagat (Sudarsono dan Gunawan, 2002).
Bedasarkan kandungan
antioksidan yang tinggi pada buah jambu biji maka diduga dapat mempertahankan
viabilitas dan motilitas spermatozoa pasca separasi. Penggunaan jambu biji
telah dibuktikan dapat mempertahankan kualitas spermatozoa sapi bali pada penyimpanan
suhu dingin (Sumadiasa dkk., 2015).
MATERI DAN METODE
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan
di Laboratorium Reproduksi Fakultas Paternakan Universitas Mataram selama 4
bulan.
Materi Penelitian
Materi
yang digunakan pada penelitian ini adalah spermatozoa kambing PE yang berumur 2
tahun. Sperma ditampung menggunakan vagina buatan seminggu dua kali
Alat dan Bahan Penelitian
Alat
yang digunakan pada penelitian ini adalah vagina buatan, tabung penampungan,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, beaker
glass, gelas ukur, thermometer, timbangan analitik, aluminium foil, magnetic steering, mikroskopi binokuler,
monitor dan tv tuner, counter check,
pH meter, mikropipet, kulkas, blue tip
dan yellow tip, objek glas, cover
glass, oven, water bath, kertas
saring, tissue, gunting, alat tulis dan kamera.
Bahan-bahan yang akan digunakan
pada penelitian adalah jambu biji (Psidium
Guajavava), aquadest (H2O), fruktosa (C6H12O6),
asam sitrat (C6H8O7), larutan NaCl,
streptomycin (C21H39N7O12), Eosin yellow (C20H6Br4Na2O5),
nigrosin, dan vasselin.
Metode Penelitian
Peneitian ini menggunakan metode
eksperimental labortorik dengan rancangan acak lengkap (RAL) 3 perlakuan level
filtrat jambu biji dan 10 kali ulangan. Adapun layout rancangan penelitian ini
sebagai berikut :
Tabel 2. Layout Metode Penelitian
Ulangan
|
Level Filtrat
Jambu Biji
|
||
0%
|
15%
|
30%
|
|
1
2
.
.
.
10
|
|
|
|
Keterangan
:
Ø 0% : Medium kontrol
Ø 15% : Medium lapisan atas
Ø 30% : Medium lapisan bawah
Langkah-langkah Penelitian
Ø Menyiapkan
alat dan bahan
Ø Pembuatan
filtrat jambu biji (Sumadiasa, 2015).
1. Memilih
jambu biji segar dan ranum, warna kulit kuning, bau khas jambu biji dan warna
daging buah mearh muda atau pink.
2. Jambu
biji dibuat juice (jus) menggunakan juicer.
3. Jus
jambu biji disentrifugasi 3.000 rpm selama 10 menit sebanyak dua kali.
4. Filtrat
atau supernatannya difiltrasi dengan membrane milipore 0,40 µm, kemudian
disterilisasi dengan membrane milipore 0,2 µm.
5. Filtrat
jambu biji dipasteurisasi pada air panas 50-60º C selama 2-5 menit.
6. Sebelum
dipakai filtrat jambu biji disimpan di dalam lemari es dengan suhu 5º C.
Ø Penampungan
spermatozoa dengan menggunakan vagina buatan
1. Sebelum
melakukan penampungan, terlebih dahulu disiapkan vagina buatan yang sudah
dibersihkan, tabung penampung, tabung reaksi, vaselin, tissue, dan air hangat.
2. Merakit
bagian-bagian vagina buatan hingga lengkap, lalu memasukkan air hangat ke dalam
vagina buatan agar seolah-olah suhu vagina buatan sama dengan vagina asli.
3. Menutup
tabung penampung dengan tissue agar sperma yang tertampung tidak terkena sinar
matahari secara langsung dan vagina buatan siap digunakan.
4. Menyiapkan
kandang jepit untuk menjepit betina atau pejantan yang digunakan sebagai
pemancing.
5. Mengeluarkan
kambing betina dari kandang kemudian diikat pada kandang jepit, setelah itu
kambing jantan di keluarkan dari kandang.
6. Membiarkan
kambing jantan menaiki betina untuk merangsang libidonya dengan mengontrol agar
penis kambing jantan tidak masuk ke dalam vagina kambing betina sampai
penampung siap unutk melakukan penampungan.
7. Memposisikan
tangan pada preputium unutk mengarahkan penis kambing masuk kedalam vagina
buatan sampai kambing mengalami ejakulasi.
8. Membuka
gelas penampung vagina buatan yang telah berisi spermatozoa hasil ejakulasi
kemudian ditutup gelas penampung dengan aluninium foil lalu ditempatkan pada
box yang terbuat dari sterofoam untuk menghindari kontak langsung dengan sinar
matahari dan memasukkan es batu yang sudah dibungkus dengan kain agar sperma
tidak rusak saat dibawa ke laboraturium. Menutup box tersebut lalu dibawa ke laboraturium
untuk dievalusai.
Ø Penilaian
spermatozoa segar
1. Pemeriksaan
secara makroskopik meliputi :
a. Volume.
volume spermatozoa yang tertampung dapat langsung terbaca pada tabung penampung
yang bersekala.
b. Warna.
Spermatozoa yang normal berwana krem keputih-putihan dan terlihat agak keruh.
c. Bau.
Sperma memiliki bau yang khas
d. Konsistensi.
Konsistensi sperma yang bagus adalah agak kental. Sperma dengan konsistensi
tersebut mempunyai konsentrasi sekitar 1000 – 2000 juta sel per ml.
e. pH
. Sperma segar mepunyai pH berkisar 6,5-6,9
2. Pemeriksaan
secara mikroskopik
a. Motilitas
massa. Gerakan massa spermatozoa meliputi sangat baik (+++), baik (++), sedang (+)
dan buruk (-).
b. Motilitas
individu. Gerakan individu spermatozoa yang baik adalah apabila individu spermatozoa
bergerak maju dengan cepat pada satu arah. Motilitas individu pada penelitian
ini ≥ 70%.
c. Konsentrasi.
Konsentrasi spermatozoa dapat langsung dilihat pada konsistensi atau kekentalan
spermatozoa. Pada penelitian ini
konsentrasi yang digunakan ≥ 1000 juta sperma/ml.
d. Viabilitas.
Jumlah spermatozoa yang hidup dan mati dapat di hitung setelah dilakukan
pengecatan dengan eosin dan/atau eosin negrosin. Viabilitas yang digunakan pada
penelitian ini ≥ 70%.
e. Abnormalitas.
Jumlah sperma yang tidak normal dengan karakteristik kepala besar, ekor putus,
sperma melengkung dan menggempel dengan sperma lainnya digunakan sampai ≤ 20%.
Ø Separasi
(pemisahan) spermatozoa diadopsi dari metode kolum albumin (Putra dkk., 2012).
1. Menyiapkan
tiga buah tabung reaksi dengan label P0, P1 dan P2.
2. Pengencer
Tris kuning telur dan Filtrat jambu biji dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan
konsentrasi level :
a. Tabung
1 (P0) = 2000 µl + 0µl Fjb (0%), sebagai kontrol.
b. Tabung
2 (P1) = 1700µl + 300µl Fjb (15%), sebagai lapisan atas.
c. Tabung
3 (P2) = 1400µl + 600µl Fjb (30%),sebagai lapisan bawah
3. Larutan
pengencer pada tabung 2 (P1) dimasukkan kedalam tabung 3 (P2) menggunakan mikro
pipet secara hati-hati sampai terbentuk kolum albumin (lapisan atas : lapisan
bawah).
4. Spermatozoa
diletakkan di atas lapisan kolum P1 pada tabung 3 (lapisan atas : lapisan
bawah) menggunakan mikro pipet secara hati-hati melalui pinggir tabung reaksi
kemudian diinkubasi selama 15 menit.
5. Larutan
sperma pada lapisan atas yang mengandung 15% Fjb disedot menggunakan mikro
pipet secara perlahan dengan memperhatikan batas lapisan dan kemudian larutan
tersebut dimasukkan kedalam tabung 2.
6. Larutan
sperma pada lapisan bawah yang mengandung 30% Fjb diletakkan pada tabung 3.
7. Viabilitas
dan motilitas spermatozoa lapisan atas dan bawah diamati setiap satu jam
setelah diseparasi hingga motilitas mencapai ≥ 40% pada penyimpanan suhu kamar.
8. Panjang
kepala dan panjang ekor sperma diukur di bawah mikroskop dengan pembesaran 400
X untuk mengetahui proporsi sperma X dan Y.
Ø Variabel
yang diamati
1. Variabel
tergantung :
a. Motilitas
dan viabilitas spermatozoa.
b. Proporsi
spermatozoa X dan Y.
2. Variabel
kendali :
a. Kualitas
sperma segar.
b. Kondisi
kesehatan kambing.
c. Jarak
lokasi penampungan dengan Laboratorium.
Ø Analisis
Data
Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan analisis varians (ANAVA). Selanjutnnya hasil analisis yang berbeda
nyata (p<0,05) diuji lanjut dengan Duncan New Multiple Ring Test (DMRT)
menggunakan program SAS.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengamatan sperma segar kambing PE
Pengamatan sperma segar dilakukan dengan
pemeriksaan dan penilaian sperma yang meliputi warna, volume, bau, konsistensi,
konsentrasi, pH, motlitas massa, motilitas individu dan viabilitas spermatozoa.
Hasil pemeriksaan dan penilaian sperma segar kambing peranakan ettawa yang
diperolah selama 10 kali penampungan dapat dilihat pada tabel 4 berikut :
Tabel
3. Rataan hasil pemeriksaan sperma segar kambing peranakan ettawa secara
makrosopis dan mikroskopis selama 10 kali penampungan.
Parameter
pengamatan
|
Hasil
Penelitian
|
Literatur
|
Warna
|
Kream
|
Kreamc
|
Volume (ml)
|
1,08
|
0,5-1,0a
; 1,5-3g
|
Bau
|
Khas sperma
|
Spesifik khas
spermah
|
Konsistensi
|
Kental
|
Kentalc
|
Konsentrasi X 10 9
|
2,38
|
≥ 500 jutai
|
pH
|
7
|
6-7,08e
; 7d
|
Motilitas masa
|
+++
|
+++h
|
Motilitas individu (%)
|
77,4
|
70i
; 80b
|
Viabilitas (%)
|
75,9
|
60-80f
|
Keterangan
:
a. Devandra
dan burn (1994)
b. Kartika
(2012)
c. Partodihardjo
(1992)
d. Rizal
dkk (2008)
e. Soenardjo
(1995)
f. Susilawati
dkk (2002)
g. Swastini
(2011)
h. Toelihere
(1981)
i.
Zenichiro dkk
(2002)
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan
bahwa warna sperma segar kambing peranakan ettawa hasil pengamatan yaitu kream.
Warna sperma yang diperoleh sama sesuai dengan pendapat partodihardjo (1992). Kualitas
sperma segar sangat ditentukan oleh warna sperma. Spermatozoa berkualitas bagus
umumnya berwarna keputih-putihan atau kream (Rusdin, 2006). Sementra itu
rata-rata volume sperma segar kambing peranakan ettawa hasil penampungan adalah
1,08 ml. Volume sperma yang diperoleh termasuk normal sesuai dengan pendapat
Devandra dan Burn (1994). Volume sperma yang dipancarkan pejantan berbeda-beda
berdasarkan umur, jenis, besar dan berat ternak serta frekuensi penampungan dan
beberapa faktor lainnya (Partodihardjo, 1982). Pada umumnya ternak yang masih
muda dan berukuran kecil menghasilkan volume spermatozoa yang rendah
(Toelihere, 1981).
Kualitas spermatozoa juga dipengruhi
oleh bau sperma itu sendiri. Bau sperma segar kambing peranakan ettawa menurut
Toelihere(1981) yaitu spesifik khas sperma, sedangkan hasil penelitian sama
yaitu bau khas sperma. Bau khas sperma ini menunjukkan bahwa kambing peranakan
ettawa dalam keadaan normal dan tidak terkontaminasi. Rusdin (2006) menyatakan,
bau sperma yang amis mengidentifikasi bahwa sperma tersebut mengandung bakteri
dan tidak sehat. Sementara itu konsistensi dan konsentrasi juga merupakan
bagian penting dalam menentukan kualitas spermatozoa.
Konsistensi dan konsentrasi spermatozoa
memiliki keterkaitan yaitu semakin kental konsistensi sperma, maka konsentrasi
sperma akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Evans dan Maxwell
(1987) bahwa kekentalan sperma akan naik selaras dengan kenaikan konsentrasi
spermatozoa. Konsistensi yang diperoleh pada pengamatan ini adalah kental
sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1992). Derajat kekentalan atau
konsistensi dapat diperiksa dengan menggoyang-goyangkan tabung reaksi berisi sperma
secara perlahan-lahan Toelihere (1981). Sementara itu, konsentrasi spermatozoa berjumlah
2,38 X 109. Hasil penelitian ini ≥ 500 juta ml sesuai dengan pendapat
Zenichiro dkk (2002).
Drajat keasaman (pH) sperma segar
kambing peranakan ettawa normal berdasarkan pendapat Soenardjo (1995) berkisar
antara 6 – 7,08. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH sperma segar kambing
peranakan ettawa adalah 7. Hasil ini sama dengan yang diperoleh oleh Rizal dkk
(2008). Spermatozoa mengalami metabolisme yang mengakibatkan pH akan semakin
asam. Keasaman ini disebabkan oleh asam laktat di dalam glikolisis semakin
menumpuk, sehingga dapat mempengaruhi daya hidup spermatozoa (Feradis, 2010).
Menurut Toelihere (1981), daya hidup
(viabilitas) spermatozoa dapat diamati menggunakan pengecatan eosin dan/atau
eosin negrosin. Spermatozoa yang mati menyerap zat warna karena permiabilitas
dinding sel mininggi sewaktu mati sedangkan spermatozoa hidup tidak atau
sedikit sekali menyerap warna. Viabilitas spermatozoa kambing peranakan ettawa
yang diperolah pada penelitian ini adalah 75,9% sesuai dengan hasil penelitian
Susilawati dkk (2002) yaitu 60 – 80%. Daya hidup (viabilitas) spermatozoa
tergantung pada motilitas spermatozoa tersebut.
Motilitas (gerakan aktif) sperma segar
kambing peranakan ettawa meliputi sangat baik (+++), baik (++), sedang (+) dan
buruk(-) (Toelihere, 1981). Motilitas sperma segar hasil penelitian termasuk
sangat baik yaitu (+++) dengan hasil motilitas individu 77,4 %. Hasil ini lebih
besar dari yang diperoleh oleh Zenichiro dkk (2002) 70%, tetapi lebih kecil
dari hasil yang diperoleh oleh Kartika (2012) yaitu 80%. Motilitas spermatozoa
dipengaruhi oleh proses metabolisme pada sel sperma yang menyebabkan
terbentuknya hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat terdegradasi
dan menghasilkan radikal hidroksil mengakibatkan kerusakan membran plasma,
sehingga berpengaruh pada hilangnya motilitas spermatozoa (Wiendarti dkk,
1999).
Motilitas dan Viabilitas Sperma
Kambing PE Hasil Separasi
Ø Motilitas sperma
Motilitas spermatozoa hasil
separasi filtrat buah jambu biji merah dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :
Tabel 4. Motilitas spermatozoa kambing
peranakan ettawa hasil separasi filtrat buah jambu biji merah pada penyimpanan
suhu kamar.
Pengamatan
(Jam) |
Perlakuan (%)
|
||
0
|
15
|
30
|
|
1
|
64 a
|
67.5a
|
69.5a
|
2
|
60 b
|
65.5a
|
66 a
|
3
|
55.5b
|
61.5b
|
63.5b
|
4
|
50 b
|
57.5b
|
58 b
|
5
|
42.5c
|
52.5b
|
53 c
|
Superscrip yang berbeda pada baris yang
sama menujukan bahwa perbedaan yang sangat nyata dengan p < 0.05
Pada
jam 1 motilitas kontrol 64%, sedangkan pada level fitrat buah jambu biji merah
15% dan 30 % adalah 67,5% dan 69,5%. Rata-rata motilitas pada jam pertama
tergolong tinggi karena lebih dari 40%. Tingginya motilitas pada jam pertama
disebabkan oleh kandungan nutrisi dari bahan pengencer yang masih baik dan
lengkap. Nutrisi bahan pengencer yang masih baik dan lengkap berpengaruh
terhadap progresif motilitas spermatozoa.
Progresif
motilitas pada jam ke 2 adalah 60% pada perlakuan kontrol. Sementara itu, pada
perlakuan filtrat buah jambu biji merah level 15 % adalah 65,5 % dan pada level
30 % adalah 66%. Terlihat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada perlakuan
kontrol antara jam 1 dengan jam ke 2 dan pada perlakuan 15% dan 30% tidak
berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan pada jam ke 3 untuk perlakuan kontrol
55,5%, perlakuan 15% yaitu 61,5% dan perlakuan 30% adalah 63,5%. Perlakuan 15%
dan 30% terlihat berbeda nyata pada jam ke 3 dengan jam 1 dan jam ke 2.
Hasil
pengamatan motilitas spermatozoa pada jam ke 4 dan ke 5 pada kontrol berbeda
nyata (P<0,05) yaitu 50% : 42,5%. Sementara pada perlakuan 15% tidak berbeda
nyata (P>0,05) yaitu 57,2% : 52,5% dan perlakuan 30% berbeda nyata
(P<0,05) yaitu 58% : 53%. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa
motilitas spermatozoa yang terbaik adalah pada perlakuan 30% jam pertama. Hal
ini membuktikan bahwa kandungan antoksidan filtrat buah jambu biji berpengaruh
terhadap kekuatan atau progresif motilitas spermatozoa.
Analisis
varians menunjukkan bahwa penambahan antioksidan filtrat buah jambu biji merah
sebagai medium separasi spermatozoa berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap motilitas spermatozoa. Antioksidan filtra buah jambu biji merah
sebagai medium separasi dapat mempertahankan motilitas spermatozoa sampai jam
ke-5 pada penyimpanan suhu kamar. Tetapi pada beberapa penampungan selama
pengamatan, motilitas spermatozoa dapat bertahan sampai 9 jam pada penyimpanan
suhu kamar. Hal ini disebabkan karena kandungan antioksidan yang tinggi serta
beberapa nutrisi lainnya seperti protein, kalsium, energi, lemak, karbohidrat,
fosfor, vitamin A, vitamin B1, B2 dan B3 yang terdapat dalam buah jambu biji
merah (Wirakusuma, 1994) dimetabolisme oleh spermatozoa sehingga dapat mempertahankan
motilitas spermatozoa tersebut.
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dilihat
bahwa motilitas spermatozoa hasil separasi filtrat buah jambu biji merah yang
disimpan pada suhu kamar mengalami penurunan yang signifikan dari jam 1 sampai
jam ke 5. Perlakuan 0% (kontrol), 15% dan 30% rata-rata sama mengalami laju
penurunan motilitas.
Grafik
1. Rata-rata Motilitas Spermatozoa Kambing Peranakan Ettawa Hasil Separasi
Filtrat Buah Jambu Biji Merah Yang Disimpan Pada Suhu Kamar.
Penurunan motilitas spermatozoa seperti
yang dijelaskan pada grafik 1 diatas disebabkan oleh lama penyimpanan yang
mengakibatkan berkurangnya nutrisi pada bahan pengencer atau bahan separasi
sehingga berpengaruh terhadap progresif motilitas spermatozoa. Selain itu,
penyimpanan yang terlalu lama juga akan menyebabkan kandungan asam vitamin C
pada filtrat buah jambu biji merah tersebut akan dimatobilsme secara terus
menerus oleh spermatoza, sehingga terjadi penumpukan Co2 dan asam
laktat di dalam glikolisis. Hasil penumpukan Co2 dan asam
laktat di dalam glikolisis berpengaruh menurunkan pH yang mengakibatkan
spermatozoa lemah dan mati. Motilitas spermatozoa dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar
1. Motlitas spermatozoa hasil separasi filtrat buah jambu biji merah yang
disimpan pada suhu kamar.
Ø Viabilitas
spermatozoa
Hasil pengamatan viabilitas spermatozoa
kambing peranakan ettawa hasil separasi filtrat buah jambu biji merah yang
disimpan pada suhu kamar dapat dilihat pada tabel 6 berikut :
Tabel
6. Viabilitas spermatozoa kambing peranakan ettawa hasil separasi filtrat buah
jambu biji merah yang disimpan pada suhu kamar.
Pengamatan
(Jam) |
Perlakuan (%)
|
||
0
|
15
|
30
|
|
1
|
65.6a
|
69.1a
|
72.3a
|
2
|
62.5a
|
67.9a
|
69b
|
3
|
57.7b
|
63.9a
|
66.1b
|
4
|
52.2b
|
60.1b
|
61.7b
|
5
|
45.7c
|
53.9b
|
56.2c
|
Superscrip yang berbeda pada kolom yang
sama menujukan bahwa perbedaan yang sangat nyata dengan p < 0.05.
Berdasarkan
tabel 6 diatas, bahwa viabilitas spermatozoa hasil separasi filtrat buah jambu
biji merah pada jam 1 menunjukkan hasil yang baik. Perlakuan kontrol memperoleh
hasil viabilitas sebesar 65.6%, sedangkan perlakuan 15% dan 30% sebesar 69.1%
dan 72.3%. Sementara itu, pada jam ke-2 masing-masing perlakuan rata-rata
mengalami penurunan. Penurunan viabilitas pada perlakuan 0% (kontrol) dan 15% tidak
berbeda nyata (P>0.05) antara jam 1 dengan jam ke- 2 yaitu (65.6% : 62.5%)
dan (69.1% : 67.9%). Tetapi pada perlakuan 30% terdapat perbedaan yang nyata
(P<0.05) yaitu (72.3% : 69%).
Kekuatan
atau daya hidup spermaozoa dipengaruhi oleh nutrisi yang dibutuhkan di dalam
spermatozoa tersebut. Johnson dan Everitt dalam bukunya Essential Reproduction
(2000) mengungkapkan bahwa spermatozoa mengandung protein, karbohidrat, lemak,
klestrol, kalium, tembaga dan seng. Sehingga untuk mempertahankan daya hidup
spermatozoa, nutrisi yang terkandung pada bahan pengencer dan filtrat buah
jambu biji merah dimetabolisme guna memenuhi kebutuhan nutrisi spermatozoa
untuk bertahan hidup.
Viabilitas
spermatozoa pada jam ke- 3 sebesar 57,7% pada perlakuan kontrol, sedangkan pada
perlakuan 15% yaitu 63,9% dan pada perlakuan 30% sebesar 66,1%. Terlihat
perbedaan nyata (P<0.05) antara viabilitas jam ke- 3 dengan viabilitas jam
ke- 2 pada perlakuan kontrol yaitu (62.5% : 57,7%). Sementara itu, perlakuan
15% dan 30% tidak berbeda nyata (P>0.05).
Pada
pengamatan viabilitas jam ke-4 terlihat perlakuan kontrol memperoleh nilai
sebesar 52,2% sedangkan pada jam ke-5 sebesar 45,7%. Sementara itu, perlakuan
15% sebesar 60.1% pada jam ke- 4 dan 53.9% pada jam ke-5. Pada perlakuan 30%
diperoleh hasil sebesar 61.7% pada jam ke-4 dan 56.2% pada jam ke- 5. Hasil ini
menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dan perlakuan 30% berbeda nyata (P<0.05)
antara jam ke-4 dengan jam ke-5. Tetapi tidak berbeda nyata pada perlakuan 15%.
Perbedaan viabilitas spermatozoa ini dipengaruhi juga oleh ketersediaan nutrisi
pada bahan pengencer, lama penyimpanan dan suhu tempat spermtozoa disimpan.
Viabilitas
spermatozoa dapat diketahui menurut Toelihere (1981) dengan
menggunakan pengecatan eosin dan/atau eosin negrosin. Spermatozoa yang mati
menyerap zat warna karena permiabilitas dinding sel mininggi sewaktu mati
sedangkan spermatozoa hidup tidak atau sedikit sekali menyerap warna.
Persentase viabilitas spermatozoa (V) dapat dihitung menggunakan rumus:
V. Spermatozoa =
|
|
X
100%
|
Jumlah seluruh spermatozoa yang diamati
Gamabr
2. Viabilitas spermatozoa hasil separasi filtrat buah jambu biji merah yang
disimpan pada suhu kamar.
Berdasarkan
analisis varians, penggunaan filtrat buah jambu biji merah sebagai medium
separasi spermatozoa berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap viabilitas
spermatozoa.
Grafik
2. Rata-Rata Viabilitas Spermatozoa Kambing Peranakan Ettawa Hasil Separasi Filtrat Buah Jambu Biji Merah Yang
Disimpan Pada Suhu Kamar.
Grafik
2 diatas menunjukkan bahwa penurunan viabilitas spermatozoa terjadi secara
signifikan. Dapat dilihat pada jam 1 rata-rata viabilitas spermatozoa kambing
peranakan ettawa masih baik pada masing-masing perlakuan dan terus menurun
sampai pada pengamatn jam ke-5. Tetapi pada proses pengamatan, ada beberapa
jumlah spermatozoa yang dapat bertahan hidup sampai 9 jam. Hasil viabilitas
spermatozoa ini sesuai dengan motilitas yang diperoleh. Hal ini sama dengan
yang diungkpakan oleh Yudi dkk (2005) yaitu penurunan daya tahan hidup
spermatozoa dipengaruhi oleh motilitas individu spermatozoa tersebut.
Viabilitas
spermatozoa mulai dari jam 1 sampai jam ke-5 dapat dilihat pada grafik 2 bahwa
perlakuan 30% memperoleh hasil yang paling baik dan perlakuan kontrol
memperoleh hasil yang paling rendah. Hal ini membuktikan bahwa filtrat buah
jambu biji merah sebagai medium separasi spermatozoa berpengaruh sangat nyata
(P<0.01) terhadap viabilitas spermatozoa. Hasil ini dipengaruhi karena level
filtrat buah jambu biji merah lebih tinggi pada perlakuan 30% dibandingkan
dengan perlakuan 0% dan 15%, sehingga kandungan antioksidan yang tinggi pada
filtrat buah jambu biji merah dimanfaatkan oleh spermatozoa unutk mempertahankan
viabilitasnya.
Proporsi Spermatozoa X dan Y Kambing
Peranakan Ettawa
. Proporsi spermatozoa X dan Y
kambing peranakan ettawa hasil separasi filtrat buah jambu biji merah dapat
dilihat pada tabel 7 berikut :
Tabel 7. Ukuran spermatozoa Kambing PE Hasil
Separasi Filtrat Buah Jambu Biji Merah Yang Disimpan Pada Suhu Kamar.
Perlakuan (%)
|
Ukuran Sperma (µm)
|
||
Panjang Kepala
|
Lebar Kepala
|
Panjang Ekor
|
|
0
15
30
|
7.28b
7.50a
7.73a
|
4.84a
4.14a
4.11a
|
46.79a
44.35b
48.45a
|
Superscrip
yang berbeda menujukan perbedaan yang nyata dengan (P < 0.05)
Berdasarkan tabel 7 diatas
menunnjukkan bahwa panjang kepala spermatozoa pada perlakuan kontrol (0%)
sebesar 7.28 µm dan pada perlakuan 15% dan 30% sebesar 7.50 µm dan 7.73 µm.
Hasil ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan ukuran panjang kepala antara
perlakuan kontrol dengan perlakuan 15% dan 30%, tetapi perbedaan perlakuan 15%
dengan 30% terlihat tidak nyata (P>0.05). Panjang kepala spermatozoa hasil
pnelitian ini berada pada kisaran normal sesuai dengan pendapat Feradis (2010)
yaitu antara 0.8 – 10 µm.
Berdasarkan analisis varians, lebar
kepala spermatozoa antara perlakuan kontrol, 15% dan 30% tidak berbeda nyata
(P>0.05), dimana lebar kepala pada perlakuan kontrol sebesar 4.84 µm serta
perlakuan 15% dan 30% sebesar 4.14 µm dan 4.11 µm. Tetapi nilai lebar kepala
pada perlakuan 15% lebih besar dibandingkan dengan perlakuan 30% yaitu (4.14 µm
: 4.11 µm). Perbedaan lebar kepala spermatozoa pada perlakuan 15% dengan 30%
diduga karena spermatozoa pada perlakuan 15% adalah spermatozoa X dan pada
perlakuan 30% adalah spermatozoa Y. Hasil ini sesuai dengan pendapat Afiati
(2004), bahwa spermatozoa berkromosom Y mempunyai ukuran lebih kecil
dibandingkan spermatozoa berkromosom X.
Proporsi spermatozoa X dan Y pada level
fitrat buah jambu biji merah 15% (lapisan atas) dan 30% (lapisan bawah) dengan
menggunakan metode kolom albumin (separasi gradient kolum) menurut Sianturi
dkk. (2007) didasarkan pada perbedaan motilitas spermatozoa X dan Y. Prinsip
metode ini dengan membuat medium yang berbeda konsentrasinya, sehingga
spermatozoa yang memiliki motilitas tinggi (spermatozoa Y) dapat menembus
konsentrasi medium yang lebih kental, sedangkan spermatozoa X akan tetap berada
pada konsentrasi medium yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan progresif
motilitas spermatozoa pada level 30% memperoleh hasil terbaik selama pengamatan
(lihat tabel 5 dan grafik 1 di atas).
Sementara itu, panjang ekor spermatozoa
berdasarkan analisis varians menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).
Dimana hasil pengukuran panjang ekor spermatozoa pada perlakuan kontrol sebesar
46.9 µm. Sedangkan pada perlakuan 15% yaitu 44.35 µm dan perlakuan 30% sebesar
48.45 µm. Hasil ini menunjukkan bahwa panjang ekor spermatozoa relatif normal
sesuai dengan pendapat Feradis (2010) yaitu panjang ekor spermatozoa berkisar
antara 35 µm – 45 µm.
Pengamatan proporsi spermatozoa X dan Y
menggunakan metode gradien kolom hasil separasi filtrat buah jambu biji merah
yang disimpan pada suhu kamar menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
(P>0.05). Tetapi secara penilaian, filtrat buah jambu biji merah cukup
efisien digunakan sebagai medium separasi spermatozoa. Hasil ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah lama inkubasi, level filtrat buah jambu
biji merah dan teknik atau cara menggunakan metode separasi. Dokumentasi hasil
pengamatan ukuran spermatozoa kambing PE dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3. Hasil pengukuran Spermatozoa Kambing PE
0%
|
|
Gambar 4. Hasil Pengukuran Spermatozoa Kambing PE
15%
|
Gambar 5. Hasil pengukuran spermatozoa kambing PE
30%
|
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kualitas
spermatozoa segar kambing peranakan ettawa tergolong normal.
2. Filtrat
buah jambu biji merah berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap motilitas
dan viabilitas spermatozoa hasil separasi.
3. Motilitas
dan viabilitas spermatozoa terbaik diperoleh pada perlakuan 30% selama
pengamatan.
4. Filtrat
buah jambu biji merah rata-rata dapat mempertahankan motilitas dan viablitas
spermatozoa hasil separasi sampai 5 jam, tetapi pada beberapa pengamatan dapat
bertahan sampai 9 jam.
5. Filtrat
buah jambu biji berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap ukuran spermatozoa.
Tetapi berdasarkan perbedaan nilai, filtrat buah jambu biji merah cukup efektif
dan/atau efisien digunakan sebagai medium separasi.
Saran
Adapaun saran yang dapat dituliskan pada
kesempatn ini adalah :
1. Perlu
dilakukan penelitian kembali tentang separasi spermatozoa kambing PE dengan
filtrat buah jambu biji merah menggunakan metode gradien kolum dengan level
filtrat yang lebih pekat yaitu ≥ perbandingan 15% : 30%.. Level filtrat buah
jambu biji dapat mempengaruhi proporsi spermatozoa X dan Y.
2. Pada
penelitian selanjutnya agar perlu memperhatikan waktu inkubasi pada saat
melakukan separasi spermatozoa dan teknik pengambilan spermatozoa yang telah
diseparasi.
RINGKASAN
Kambing peranakan ettawa (PE) adalah salah satu jenis
ternak ruminansia kecil yang mudah dipelihara dibandingkan
dengan ternak ruminansia besar, sehingga banyak penduduk pedesaan di Indonesia
yang memeliharanya. Kambing PE dapat
digunakan pada penerapan bioteknologi
reproduksi untuk meningkatkan genetik
kambing lokal melalui persilangan dengan sistem inseminasi buatan (IB).
Teknologi IB juga dapat
diaplikasikan melalui teknologi inovatif seperti sexing atau sparasi spermatozoa untuk memisahkan spermatozoa X dan
Y guna perbaikan genetik. Untuk dapat mempertahankan kualitas spermatozoa
dibutuhkan pengencer yang mengndung nutrisi dan antioksidan agar mepertahankan
spermatozoa dari cekaman dingin dan perubahan pH.
Pengencer
yang diduga dapat mempertahankan kualitas spermatozoa adalah buah jambu biji
merah. Buah jambu biji merah mengandung vitamin C yang tinggi sebagai
antioksidan. Buah jambu biji dimesase agar dapat mengahsilkan cairan atau
filtrat. Berdasarkan alasan ini maka perlu dilakukan penelitian tentang
motilitas dan viabilitas spermatozoa kambing PE hasil separasi filtrat buah
jambu biji menggunakan metode gradien kolum.
Penelitian ini bertujuan unutk mengetahui efektivitas filtrat buah jambu biji sebagai medium
pemisah atau separasi spermatozoa X dan Y serta mengetahui viabilitas dan motilitas spermatozoa hasil
separasi dengan medium filtrat buah jambu biji yang disimpan pada suhu kamar.
Penelitian
ini dilakukan di Laboratorium Reproduksi Fakultas Paternakan Universitas
Mataram selama 4 bulan.
Materi
yang digunakan pada penelitian ini adalah spermatozoa kambing PE yang berumur 2
tahun. Sperma kambing PE ditampung menggunakan vagina buatan
seminggu dua kali. Spermatozoa kambing PE segar yang telah ditampung
diamati secara makroskopis dan
mikroskopis. Spermatozoa segar kambing PE yang sudah diamati kemudian
diseparasi dengan filtrat buah jambu biji merah level 0%, 15% dan 30%
menggunakan metode gradien kolum.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa filtrat buah jambu biji merah berpengaruh sangat
nyata (P<0.01) terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa hasil separasi.
Hasil ini dibuktikan dengan tingginya motilitas dan viabilitas spermatozoa pada
level filtrat 30%. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan filtrat buah jambu biji
merah lebih banyak pada level 30%. Filtrat buah jambu biji merah rata-rata juga
dapat mempertahankan motilitas dan viablitas spermatozoa hasil separasi sampai
5 jam, tetapi pada beberapa pengamatan dapat bertahan sampai 9 jam.
Terhadap ukuran
spermatozoa, filtrat buah jambu biji berpengaruh tidak nyata (P>0.05).
Tetapi berdasarkan perbedaan nilai, filtrat buah jambu biji merah cukup efektif
dan/atau efisien digunakan sebagai medium separasi. Disarankan perlu dilakukan
penelitian kembali tentang separasi spermatozoa kambing PE dengan filtrat buah
jambu biji merah menggunakan metode gradien kolum dengan level filtrat yang
lebih pekat yaitu ≥ perbandingan 15% : 30%. Kemudian
penelitian selanjutnya agar perlu memperhatikan waktu inkubasi separasi
spermatozoa dan teknik pengambilan spermatozoa yang telah diseparasi.
DAFTAR PUSTAKA
Afiati
F, 2004. Proporsi dan karakteristik spermatozoa X dan Y hasil separasi kolom
albumin. Jurnal Media Peternakan.
Anonim, 2007. Ciri Kambing Peranakan Ettawa. http://www.Pikiran-rakyat.com /cetak/1004/14/cakrawala/penelitian.html.
diakses pada tanggal 09 Januari 2017.
Anonim, 2010.
Birahi Pada Induk Kambing. http://www.Kambing Indonesia.com
diakses pada tanggal 28 Desember 2016.
Anonim, 2016.
Karakteristik Jambu Biji http://www.Wikipedia.org.html. diakses pada
tanggal 23 Desember 2016.
Budiarsana I.G.M dan I.K. Sutama, 2001. Siklus Berahi dan Fertilitas
Kambing Peranakan Ettawa pada Perkawinan Alami dan Inseminasi Buatan. Buku 1
Penelitian Ternak Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor.
Bogor.
Devandra C. Dan M. Burns. 1994. Reproduksi Kambing di Daerah Tropis.
ITB dan Universitas Uadayana.
Dradjat
A.S., 2002. Teknologi Reproduksi Ternak. Mataram University Press. Mataram NTB.
Estiasih dan Sofia, 2009. “Stabilitas Antioksidan Bubuk Keluak Selama
Pengeringan dan Pemasakkan”. Jurnal
Teknologi Pertanian. 10(2) : 115-122.
Evans G. dan W.M.C. Maxwell, 1987.
Salamon’s Artificial insemnination of sheep and goast. Butterworths, London.
Feradis, 2010. Reproduksi Ternak.
Penerbit Alfa Beta. Bandung.
Hafez E.S.E and B. Hafez, 2000. X and Y
chromosome bearing spermatozoa. In Reproduction in farm animal, Lea and
Febiger, Philadelphia.
Johnson L.A., 1995. New Method Offers
Improved Sex Sorting for Livestock. http
://www. Genome. Lastate. Edu / recources / other / sexing.html.
Johnson M.H dan B.J Everitt., 2005.
Essential Reproduction. Foultry Edition 6th.
Kartasudjana R., 2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak.
Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Sistem dan Standar
Pengolahan.
Kartika N.M.A, 2012. Penambahan Ekstrak
Rosella (Hibiscus sabdarifa linn) Sebagai Subtitusi Kuning Telur Pada Pengencer
Berbasis Tris Untuk Mempertahankan Kulitas Spermatozoa Kambing Peranakan Ettawa
Pada Penyimpanan 32o C. Skripsi, Fakultas Peternakan Universitas
Mataram.
Mulyono S.,
2003. Tenknik pembibitan kambing dan Domba. Cetakan ke-V. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Partodiharjo S.,
1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Putra A.M., T.
Susilawati dan N. Isnaini, 2012. Kualitas Proporsi Spermatozoa X dan Y Sapi
Limosin Setelah Proses Sexing Menggunakan Gradein Densitas Albumin Putih Telur.
Jurnal Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Rizal M.,
Herdis, Surachman dan W.M.Mesang-Nallev, 2008. Pengaruh Plasma Spermatozoa
Domba Periangan Terhadap Daya Hidup Spermatozoa Kambing Peranakan Ettawa yang
Disimpan pada Suhu 3-50 C. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3(1) :
23 – 29.
Rusdin, 2006. Karakteristik spermatozoa
segar pejantan kambing Peranakan Ettawa (PE) di Balai Pembibitan Ternak dan
Hijauan Makanan Ternak Garahan, Silo-Jember. Agrisains Jurnal, Vol.7. No 2.
Sianturi R.G., P. Situmorang, E.
Triwulanningsih dan D.A. Kusumaningrum, 2007. Pengaruh Penambahan Glutathione dan Kolestrol pada Pemisahan Spermatozoa X dan Y Dengan Metode Kolum
Albumin Telur. Jurnal Penelitian. Balai Penelitian Ternak. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor.
Soenardja, C.H., 1995. Teknologi
Penampungan, Pemeriksaan, Pengencer dan Penyimpanan Serta Evaluasi Semen pada
Ternak Kambing dan Domba. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas
Jendral Sudirman, Fakultas Peternakan. Purwokerto.
Sudarsono dan D. Gunawan, 2002. Tanaman
Obat II: Hasil Penelitian, Sifat-Sifat
dan Penggunaanya. Pusat Studi Obat Tradisional UGM. Yogyakarta.
Sumadiasa I.W.L., 2015. Substitusi
kuning telur dengan filtrat jambu biji (Psidium
Guava Lina) dalam pengencer dasar CEP-2 terhadap kualitas dan fertilitas spermatozoa
sapi Bali selama simpan dingin. Disertasi. Universitas Brawijaya Malang.
Swastini, N. K., 2011. Penambahan
Antioksidan Jambu Biji (Likopen) Sebagai Agen Preservative Terhadap Keutuhan
Struktur dan Fungsi Spermatozoa Kambing PE pada Penyimpinan Dingin. Skripsi,
Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Mataram.
Sumadiasa I.W.L., T. Susilawati, G.
Ciptadi dan N. Isnaini, 2015. The Potensi of Guava Filtrat for Preservation of
Bali Bull Spermatozoa. IOSR-JAVS. Vol.8 (1). 51-57.
Susilawati T., Hermanto, P. Srianto dan
E. Yuliani, 2002. Pemisahan spermatozoa X dan Y pada sapi brahman menggunakan
gradien putih telur pada pengencer tris dan tris kuning telur. Jurnal Ilmu-Ilmu
Hayati 14 (2):176-181.
Thaipong and Kriengsal, 2006.
“Comparison of ABTS, DPPH, FRAP and ORAC assays for estimating antioxidant
activity from guajava fruit extracts”. Journal of Food Composiition and
Analysis. 19:669-675.
Toelihere M.R., 1981. Inseminasi Buatan
pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Hal 64-72.
Toelihere M.R., 1985. Fisiologi
Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Hal 228-245.
U.S. Departement of Agriculture, 2014.
Full Report (All Nutrients) 09139, Guavas, raw. USDA National Nutrient Database
for Standard Reference, Release 26.
Winarto A. dan N. Isnaeni, 2008.
Pengaruh Tingkat Pengenceran Terhadap Kualitas Spermatozoa Kambing PE Setelah
Penyimpanan Pada Suhu Kamar. Jurnal Ternak Tropika. Vol (9) : (2). 72-80.
Wirakusumah, E. Suriatil dan R.N.
Safitri., 1994. Cantik dan Bugar Dengan Ramuan Nabati. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Yuliani E., 2006. Daya Fertilitas Sperma
Sexing Kambing Peranakan Ettawa Setelah Simpan Dingin dan Simpan Beku. Jurnal
Ilmiah ilmu-ilmu Peternakan. No.Akreditasi : 34/DIKTI/Kep/2003.
Zenichiro K., Herliantien dan Sarastina,
2002. Teknologi Prosesing Semen Beku Pada Sapi. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari.
Malang.
Komentar
Posting Komentar