LAPORAN
PRAKTIKUM
ILMU
NUTRISI RUMINANSIA
RESISTENSI BAHAN KERING

DISUSUN OLEH KELOMPOK 16:
RAMDAN B1D 211 229
WINA
ADELINA B1D 011 296
YENI HANDAYANI B1D
211 298
NURUL
ALFIANI B1D 211 212
TITIN
SUSANTI B1D 011 284
TURAYA B1D 011 286
TOMI
KURNIAWAN B1D 011 285
PRASMADIRJA B1D 211 218
YUDI
WAHYUDI B1D 011 302
RAHMAT
Y.S BADUDU B1D 211 226
ZULKIFLI B1D 011 308
ROBI
HARTANTO B1D 211 238
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
MATARAM
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
In vivo ( bahasa Latin untuk "dalam hidup")
adalah eksperimen dengan menggunakan keseluruhan, hidup organisme sebagai lawan
dari sebagian organisme atau mati, atau in vitro dalam lingkungan yang
terkendali. Hewan pengujian dan uji klinis dua bentuk dalam penelitian in vivo.
Dalam vivo pengujian sering mempekerjakan lebih in vitro karena lebih cocok
untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup. Hal ini sering dijelaskan
oleh pepatah di veritas vivo.
Dalam biologi molekular in vivo sering digunakan untuk
merujuk pada eksperimen dilakukan di sel isolasi hidup bukan di seluruh
organisme, misalnya, berasal dari sel-sel kultur biopsi. Dalam situasi ini,
istilah yang lebih spesifik adalah ex vivo . Setelah sel terganggu dan bagian
individu yang diuji atau dianalisis, ini dikenal sebagai in vitro. dalam
percobaan vivo dalam hidup; dalam studi in vitro dalam tabung reaksi.
Tipe evaluasi
pakan pada prisipnya ada 3 yaitu metode In vitro, Insacco, In vivo. Tipe
evaluasi pakan In vivo merupakan metode penentuan kecernaan pakan
menggunakan hewan percobaan dengan analisis pakan dan feses. Pencernaan
ruminansia terjadi secara mekanis, fermentative, dan hidrolisis. Dengan metode Invivo
dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran
pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati
nilai sebenarnya. Koefisien cerna yang ditentukan secara In vivo biasanya 1%
sampai 2 % lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara In
vitro.
1.2 Tujuan
Praktikum
1. Mengetahui pengukuran daya cerna
secara in vivo dengan menggunakan hewan percobaan.
2. Mengetahui selisih antara jumlah
pakan yang dikonsumsi dengan jumlah feses dan persentase pakan tercerna dengan
pakan yang dikonsumsi.
3. Untuk memenuhi kewajiban tugas
laporan praktikum mata kuliah Ilmu Nutrisi Ruminansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pakan ternak merupakan komponen
biaya produksi terbesar dalam suatu usaha peternakan.
Oleh karena itu pengetahuan tentang pakan dan pemberiannya perlu mendapat
perhatian yang serius. Ransum yang diberikan kepada ternak harus diformulasikan
dengan baik dan semua bahan pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum harus
mendukung produksi yang optimal dan efisien sehingga usaha yang dilakukan dapat
menjadi lebih ekonomis.Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian pakan
ternak adalah kebutuhan nutrisi ternak, komposisi nutrisi bahan pakan
penyusun ransum dan bagaimana beberapa bahan dapat dikombinasikan (penyusunan
ransum standar) untuk mencukupi kebutuhan ternak (Subandriyo et al. 2000).
Kecernaan In vivo merupakan suatu
cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis
nutrient pakan dan feses (Tillman et al. 2001). Anggorodi (2004) menambahkan
pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk
menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam
saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentse nutrient yang diserap dalam
saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara
jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam
feses.
Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses yang kompleks,
melibatkan interaksi yang dinamis antara makanan, mikroba dan hewan. Pencernaan
merupakan proses yang multi tahap. Proses pencernaan pada ternak ruminansia
terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba di rumen, dan
hidrolisis oleh enzim pencernaan di abomasum dan duodenum hewan induk semang.
Sistem fermentasi dalam perut ruminansia terjadi pada sepertiga dari alat
pencernaannya. Hal tersebut memberikan keuntungan yaitu produk fermentasi dapat
disajikan ke usus dalam bentuk yang lebih mudah diserap. Namun ada pula
kerugiannya, yakni banyak energi yang terbuang sebagai CH4 (6-8%) dan sebagai
panas fermentasi (4-6%), protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi
menjadi NH3, dan mudah menderita ketosis (Sutardi 2006).
Oleh karena itu sangat penting
apabila dapat mengetahui kualitas suatu bahan pakan dan daya cerna bahan pakan
tersebut dalam alat pencernaan ternak tersebut. Karena zat- zat makanan yang
terdapat dalam pakan akan dicerna menjadi zat makanan yang lebih sederhana,
karbohidrat menjadi monosakarida, protein menjadi asam amino,lemak menjadi asam
lemak dan gliserol. Jadi daya cerna suatu bahan pakan dapat didefinisikan
sebagai bahan pakan yang dikonsumsi oleh seekor ternak dan tidak dikeluarkan
lagi dalam bentuk feses.
BAB III
MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
3.1 Materi praktikum
3.1.1 Alat praktikum
Adapun alat yang
digunakan dalam praktikum ini antara lain :
Ø
Kantong plastik
Ø
Parang
Ø
Timbangan analitik
Ø
Spidol
Ø
Sendok
Ø
Ember
Ø
Baskom
Ø
Amplop
Ø
Oven 1050C
3.1.2 Bahan praktikum
Adapun bahan
yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
Ø
kosentrat
Ø
Jerami
Ø
Feses ternak
3.2 Metode praktikum
Adapun metode yang dilakukan dalam praktikum ini
antara lain:
Ø Perlakuan di kandang untuk
kelompok perlakuan
·
Membersikan kandang,tempat pakan,dan memandikan sapi
·
Jerami di cacah (2-4 cm), ambil cuplikan segenggam dan di masukan kedalam
plastic
·
Siapkankan konsentrat (bungkil kedelai)
·
Timbang jerami 10 kg dan konsentrat 1 kg lalu di letakan ditempat pakan
·
Pemberian pakan di berikan dalam 2 periode yaitu pada pagi hari dan sore
hari
·
Setiap defikasi feses di timbang (catat berat,tekstur,dan jam) serta ambil
cuplikan 1 sendok makan dan di masukan dalam plastic
Ø Preparasi sampel untuk
kelompok perlakuan
·
Hidupkan oven 600C
·
Sediakan amplop (untuk masing-masing 7 amplop sisa jerami,7 amplop feses,7
amplop sisa konsentrat, amplop jerami awal, amplop konsentrat awal)
·
Timbang berat amplop lalu catat pada bagian luar dan dibuku catatan
·
Masukan sampel kedalam masing-masing amplop lalu timbang dan catat beratnya
·
Giling sampel, di ayak dan di simpan didalam plastic untuk selanjutnya di
keringkan di dalam oven 1050 C hingga berat konstan.
Ø BK (air dry basis)
·
Sampel bahan
segar (A g) yang telah dicincang dimasukkan ke dalam amplop yang sudah diketahui
beratnya. Berat bahan segar + amplop = B g.
·
Amplop + sampel
dikeringkan di oven 60o C hingga berat konstan. Berat kering udara
amplop + sampel = C g.
·
Kadar BK (air
dry basis) = ((C - ( B - A )) /A) 100%.
Atau dapat dihitung dengan rumus = (100% - ((B –
C) /A) x 100%).
Ø BK (dry matter basis)
·
Timbang sampel
bahan kering udara yang telah digiling (D g).
·
Masukkan
kedalam crucible kering yang telah diketahui beratnya (E g).
·
Masukkan
kedalam oven 105oC selama 8-10 jam (hingga bebas air).
·
Dinginkan dalam
desicator (± ½ jam), timbang berat crucible + sampel kering (F g).
·
Maka kadar BK
sampel = ((F – E) /D) x 100%.
Atau dapa dihitung dengan rumus = (100% - ((D + E) – F) /D x
100%)).
Ø BK (as fed basis)
·
Rumus Harris
(1970) = (BK air dry basis / 100) x (BK dry matter basis / 100) x 100%.
Ø Kadar BK Feses
·
BK feses = (BK
air dry basis) x (BK dry matter basis) x 100%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan



Sapi
|
Berat feses + ember
|
Textur
|
Waktu (WITA)
|
25
|
1205
935
1500
1015
945
560
1295
1470
|
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
|
08:41
10:10
13:04
15:23
16:42
17:59
21:30
01:35
|
22
|
1140
1415
810
1010
645
625
660
830
|
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Hijau kehitaman
Kenyal
Cair, kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
|
08:51
12:06
14:04
16:00
16:48
17:35
18:18
00:30
|
23
|
1675
1705
1330
1385
|
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
|
12:01
14:11
16:58
21:53
|
24
|
2220
1330
1355
2040
|
Padat, coklat kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, kecoklatan
|
10:54
13:11
16:33
00:44
|
26
|
1095
1130
970
970
1475
1650
|
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
|
09:42
12:06
13:48
15:16
22:10
02:59
|
27
|
1435
1600
840
915
1385
2160
|
Padat, coklat
kekuningan
Padat, kecoklatan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
|
09:28
13:08
15:15
18:21
23:20
04:59
|
28
|
1380
1695
1415
1670
1245
1115
|
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
Padat, coklat
kekuningan
|
09:42
13:05
15:23
21:30
01:35
04:01
|


Ø
Berat untuk sisa pakan jerami
Sapi yang diamati
|
Berat amplop kosong
|
Berat amplop dan jerami
|
Berat sampel
|
22
|
4
|
12.5
|
7.5
|
23
|
4
|
7
|
3
|
24
|
4
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
25
|
4.5
|
10.0
|
5.5
|
26
|
4.5
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
27
|
4
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
28
|
4
|
9.5
|
4.5
|
Ø
Berat untuk feses
Sapi yang diamati
|
Berat amplop kosong
|
Berat amplop dan feses
|
Berat sampel
|
22
|
3.5
|
40.9
|
37.4
|
23
|
4.5
|
29.5
|
25
|
24
|
4.0
|
24.5
|
20.5
|
25
|
4.0
|
30.5
|
26.5
|
26
|
4.0
|
34.5
|
30.5
|
27
|
4.5
|
32.0
|
27.5
|
28
|
4.0
|
32.0
|
28
|
Ø
Berat untuk sisa konsentrat
Sapi yang diamati
|
Berat amplop kosong
|
Berat amplop dan konsentrat
|
Berat sampel
|
22
|
4.0
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
23
|
4.5
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
24
|
4.0
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
25
|
4.0
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
26
|
4.5
|
27
|
22.5
|
27
|
4.0
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
28
|
4.0
|
Tidak ada sisa
|
Tidak ada sisa
|
Ø
Berat untuk pakan jerami awal
Berat amplop kosong
|
Berat amplop dan konsentrat
|
Berat sampel
|
4.5
|
20.0
|
15.5
|
Ø
Berat untuk konsentrat awal
Berat amplop kosong
|
Berat amplop dan konsentrat
|
Berat sampel
|
4.0
|
15.5
|
11.5
|
4.2 Pembahasan
Ternak ruminansia merupakan ternak yang efisien dalam pemanfaatan pakan.
Ruminansia mampu memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah dan kandungan serat
kasar tinggi. Disamping itu juga, mampu membuat protein sendiri didalam tubuh
dari NPN yang dihasilkan dari sumber N pakan. Akan tetapi, ruminansia cenderung
boros energy, karena sekitar 7-8% hasil metabolisme berbentuk methan harus dibuang dari
dalam tubuh. Kelebihan methan dapat mengakibatkan kembung atau bloat atau
timpani.
Ternak ruminansia membutuhkan serat kasar, jika kebutuhan serat kasar
pada ternak ruminansia tidak tercukupi maka akan mengakibatkan:
(1) Konsumsi pakan menjadi menurun;
(2) Terjadi pergeseran abomasum atau displaced
abomasum;
(3) Rumen mengalami luka; dan
(4) Turunnya kadar lemak susu pada ternak sapi
perah.
Nutrien dalam tubuh ternak ruminansia yang berperan penting bagi kelangsungan
hidup ternak ruminansia adalah karbohidrat, protein dan lemak. Nutrien
mengalami metabolisme didalam rumen dan terjadi pada mikroba rumen. Sedangkan
metabolisme pada jaringan dan organ berfungsi untuk menghasilkan produk ternak
seperti daging dan susu.
Pencernaan pada ternak ruminansia
merupakan proses yang kompleks, melibatkan interaksi yang dinamis antara
makanan, mikroba dan hewan. Pencernaan merupakan proses yang multi tahap.
Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut,
fermentatif oleh mikroba di rumen, dan hidrolitis oleh enzim pencernaan di
abomasum dan duodenum hewan induk semang. Sistem fermentasi dalam perut
ruminansia terjadi pada sepertiga dari alat pencernaannya. Hal tersebut
memberikan keuntungan yaitu produk fermentasi dapat disajikan ke usus dalam
bentuk yang lebih mudah diserap. Namun ada pula kerugiannya, yakni banyak
energi yang terbuang sebagai CH4 (6-8%) dan sebagai panas fermentasi (4-6%),
protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi NH3, dan mudah
menderita ketosis 2(Sutardi 006).Oleh karena itu sangat penting
apabila dapat mengetahui kualitas suatu bahan pakan dan daya cerna bahan pakan
tersebut dalam alat pencernaan ternak tersebut. Karena zat- zat makanan yang
terdapat dalam pakan akan dicerna menjadi zat makanan yang lebih sederhana,
karbohidrat menjadi monosakarida, protein menjadi asam amino,lemak menjadi asam
lemak dan gliserol. Jadi daya cerna suatu bahan pakan dapat didefinisikan
sebagai bahan pakan yang dikonsumsi oleh seekor ternak dan tidak dikeluarkan
lagi dalam bentuk feses.
·
Kecernaan = Zat
makanan yang dikonsumsi – Zat makanan dalam feses
-----------------------------------------------------------------------
x 100%
Zat makanan
yang dikonsumsi
Atau
·
Daya cerna (%) : Jumlah konsumsi pakan – Jumlah feses/ Jumlah konsumsi
pakan x 100%
Dengan
pemberian campuran pakan yang konstan tiap hari, konsumsi pakan harian dan
produksi feses yang keluar
berubah-ubah. Perubahan tersebut meningkat dengan makin rendahnya
kualitas pakan yang diberikan dan dengan pemberian pakan yang berlebihan.
Setiap bahan pakan atau
pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada ternak maupun yang
diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang konsentrasinya sangat
bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan tersebut yang
secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi yang
terkandung di dalam bahan pakan secara umum terdiri atas air, mineral, protein,
lemak, karbohidrat dan vitamin. Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur
nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk
mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Unsur-unsur nutrisi
tersebut dapat diketahui melalui proses analisis terhadap bahan pakan yang
dilakukan di laboratorium.
MENGHITUNG BK KEC FESES
·
Bk kec feses ( perlakuan ) 22 = Bk
feses ( p ) /100 x berat feses ( p )
= 95.1720 /100 x 7135
= 6790.522
·
Bk kec feses ( perlakuan ) 23 = Bk feses
( p ) /100 x berat feses ( p )
= 95.7094 /100 x 6095
= 5833,487
·
Bk kec feses ( perlakuan ) 24 = Bk feses
( p ) /100 x berat feses ( p )
= 94.4209 / 100 x 6945
= 6557,531
·
kec feses ( perlakuan ) 25 = Bk feses
( p ) /100 x berat feses ( p )
=
94.7644 / 100 x 8925
= 8457,722
·
kec feses ( perlakuan ) 26 = Bk feses
( p ) /100 x berat feses ( p )
= 94.6241 / 100 x 7290
= 6898,096
·
kec feses ( perlakuan ) 27 = Bk feses
( p ) /100 x berat feses ( p )
=
94.8194 / 100 x 8535
= 8092,835
·
kec feses ( perlakuan ) 28 = Bk feses
( p ) /100 x berat feses ( p )
= 94.3247 / 100 x 8520
= 8036,464
MENGHITUNG KADAR BK
·
Kadar Bk Jerami sisa ( p ) 22= Bk jerami/100 x
jumlah jerami yang diberikan
= 93.1705
/ 100 x 10.000
= 9317,05
·
Kadar Bk Jerami sisa ( p ) 23= Bk jerami/100 x
jumlah jerami yang diberikan
= 93.6699
/ 100 x 10.000
= 9366,99
·
Kadar Bk Jerami sisa ( p ) 25= Bk jerami/100 x
jumlah jerami yang diberikan
= 92.4614
/100 x 10.000
= 9246,14
·
Kadar Bk Jerami sisa ( p ) 28= Bk jerami/100 x
jumlah jerami yang diberikan
= 92.9982
/ 100 x 10.000
= 9299,82
·
Kadar Bk Jerami awal ( p ) = Bk jerami/100 x jumlah jerami yang
diberikan
= 91.2229
/100 x 10.000
= 9122,29
·
Kadar Bk kosentrat sisa 28 = Bk kosentrat /100
x jumlah kosentrat yang diberikan
= 92.9128 / 100 x 1000
= 929,12
·
Kadar Bk kosentrat awal= Bk kosentrat /100 x
jumlah kosentrat yang diberikan
= 93.4433 / 100 x 1000
= 934,43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat kami peroleh dari praktikum tersebut adalah :
Ternak
ruminansia merupakan ternak yang efisien dalam pemanfaatan bahan pakan serta
mampu memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah dan kandungan serat tinggi. Disamping
itu juga, mampu membuat protein sendiri didalam tubuh dari NPN yang dihasilkan
dari sumber N pakan. Akan tetapi, ruminansia cenderung boros energy, karena
sekitar 7-8% hasil metabolisme
berbentuk methan harus dibuang dari dalam tubuh. Pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses yang
kompleks, melibatkan interaksi yang dinamis antara makanan, mikroba dan hewan. Proses
pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif
oleh mikroba di rumen, dan hidrolitis oleh enzim pencernaan di abomasum dan
duodenum hewan induk semang.
Sistem
fermentasi dalam perut ruminansia terjadi pada sepertiga dari alat
pencernaannya. Hal tersebut memberikan keuntungan yaitu produk fermentasi dapat
disajikan ke usus dalam bentuk yang lebih mudah diserap. Namun ada pula
kerugiannya, yakni banyak energi yang terbuang sebagai CH4 (6-8%) dan sebagai
panas fermentasi (4-6%), protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi
menjadi NH3, dan mudah menderita ketosis sehingga
sangat penting dalam mengetahui kualitas suatu bahan pakan dan daya
cerna bahan pakan tersebut dalam alat pencernaan ternak tersebut. Karena zat-
zat makanan yang terdapat dalam pakan akan dicerna menjadi zat makanan yang
lebih sederhana, karbohidrat menjadi monosakarida, protein menjadi asam
amino,lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
5.2 Saran
Adapun saran
dari kami yaitu :
Sebaiknya
kelompok-kelompok dalam melakukan praktikan tidak terlalu banyak sehingga
memudahkan kita dalam melakukan praktikum serta ternak tidak menjadi setres.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Subandriyo et al. 2000. Pendugaan kualitas bahan pakan untuk
teroak ruminansia. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
http :// www.fapet-ipb.ac.id/files/edu
Diakses 2 januari 2012
Tillman,A.D,.H.Hartadi,S.
Reksohadiprodjo. 2001.Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University press.
Yogyakarta. http:// www.fapet-ugm.ac.id/files/pdf
Diakses 2 Januari 2012
Komentar
Posting Komentar